Namanya Ramadhan, tapi dipanggil Ribut, sebab sering bikin ribut di
kelasnya. Maklumlah Ribut penyandang autis dan downsyndrome. Orangtuanya
menangis ketika diterima di TK BUNGA BANGSA Sidoarjo tanpa tes masuk.
Sebab tidak ada satupun TK yang mau menerima dia. Maklumlah siapa sih
yang mau bersusah-susah menerima siswa dengan banyak hambatan.
“Alhamdulillah Ribut bisa sekolah, terima kasih bu Anis,” kata sang
Bunda. Entah sudah jutaan mungkin kata-kata terima kasih keluar dari
mulutnya.
“Jika tidak ada sekolah ini, gimana ya nasib pendidikan anakku ini?”
“Jika tidak ada sekolah ini, gimana ya nasib pendidikan anakku ini?”
Memang TK BUNGA BANGSA SIDOARJO dalam penerimaan siswa barunya tanpa tes masuk. Indikatornya hanya jumlah kursi saja. Jika penuh ya tutup. Dan sekolah tersebut siap menerima anak cerdas mapun anak yang mempunyai hambatan.
Empat tahun lamanya, kepala sekolah dan guru-gurunya dengan sabar
mengajar Ribut. Dari mulai tidak bisa apa-apa sampai mulai bisa bicara
dan membaca. Mulai mampu berinteraksi. Ketika teman-temannya yang
reguler ikut bersama-sama membantu Ribut belajar membaca di TK-B, saya
melihat sebuah kerjasama yang luar biasa hebat dari anak TK.
Lulus dari TK-B, Ribut masuk ke SD Negeri terdekat. Dalam proses
belajar di SD, Alhamdulillah Ribut bisa mengikutinya. Meskipun guru-guru
di SD-nya terus berkonsultasi dengan guru TK-nya. Saya selalu melihat
semangat di mata Ribut dan sang Bunda. Bukti nyata bahwa sekolah yang
tanpa seleksi masuk dengan tes-tes yang ketat. Juganya adalah mampu
meluluskan siswa-siswa terbaiknya. Artikel berikutnya adalah fakta nyata
sekolah jenjang SD, SMP dan SMA. Agar komplit paradigma kita bahwa
sekolah itu TEMPAT BELAJAR bukan PERUSAHAAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar